Ahmad Budiman, Lc.
Negeri itu masih
teramat baru baginya. Madyan, begitu orang-orang menamai negeri itu. Tak
ada keluarga, tak ada saudara, tak ada kenalan dan tak ada yang ia tau
tentang negeri itu. Ia merasa begitu asing di negeri baru itu. Pemuda
itu Bagaikan hidup sebatang kara. Begitu yang ia rasa. Hanya Tuhan
satu-satunya yang ia punya.
Di tengah gundahnya
memikirkan nasib baik dari Tuhannya, dilihatnya kerumanan orang yang
membawa gembala mereka sedang berkumpul. Mereka sedang memberikan air
minum untuk setiap gembala yang mereka punya dari sebuah mata air.
Mereka berdesakan, berlomba untuk lebih dahulu mendapatkan kesempatan
memberikan minuman untuk gembalaan mereka.
Tak jauh dari
kumpulan mereka, berdiri dua orang gadis yang juga menunggu giliran
memberikan minuman untuk gembalaan mereka. Mereka tak bisa menyerobot
mengingat penuh berdesakannya orang disekitar mata air tadi. Hatinya
tergerak. Ia telusuri langkah demi langkah mendekati dua perempuan tadi.
“Kalian sedang apa?” tanyanya sedikit berempati.
“Kami sedang
menunggu giliran untuk bisa memberikan minum gembalaan kami ini”, jawab
salah seorang mereka. ”Sedangkan mata air itu kini disesaki pengembala
laki-laki yang kuat lagi banyak jumlahnya. Sebenarnya bapak kami lah
yang biasanya memberikan minuman buat gembalaan ini. Tapi, karena usia
yang telah sekamin tua, maka ia tak sanggup lagi melakukan itu sekarang”
lanjutnya menjelaskan.
Melihat banyaknya
para pengembala dan jumlah gembalaannya, sulit rasanya bagi kedua
perempuan tadi untuk bisa memberikan minum untuk gembalaannya sesegera
mungkin. Pemuda tadi mengambil inisiatif. Ia giring gembalaan dua
perempuan tadi mendekat ke mata iar. Dengan sigap, ia berikan luang yang
cukup sehingga gembalaan kedua perempuan tadi bisa minum disana.
Setelah usai, ia
serahkan kembali gembalaan itu kepada kedua orang perempuan tadi. Kedua
perempuan tadipun mohon pamit setelah mengucapkan terima kasih.
Dalam kepenatannya
usai perjalanan yang panjang ditambah lagi memberikan minuman untuk
gembalaan, ia cari pohon untuk berteduh. Dalam renungannya, ia panjatkan
doa pada Yang Maha Kuasa, “Rabbi inni lima anzalta ilayya min khairin faqir”.
(Ya Rabb, aku benar-benar butuh curahan kebaikan dariMu). Begitu bunyi
lantunan doa itu ia panjatkan. Tak lagi ia tahu kemana mesti mengadu
akan keadaan dan nasib dirinya yang kini di negeri antah berantah itu.
Disela-sela
istirahatnya, ia didatangai seseorang perempuan yang berjalan dengan
malu-malu. Pemuda itu menoleh padanya. Dan kemudian teringat bahwa
perempuan tu adalah salah satu perempuan yang ditolongnya tadi.
Perempuan tu berujar padanya, “Bapakku memanggilmu. Dia ingin memberikan
upah karena kamu telah membantu memberikan minum untuk gembalaan kami.”
Ia pun bertemu
dengan bapak kedua perempuan tadi. Dan setelah berjumpa, kedua orang itu
akhirnya larut dalam perbincangan yang panjang. Setelah keduanya usai
bercerita, salah seorang anak perempuan sang bapak berujar pada
bapaknya, “Wahai bapak, pekerjakanlah dia. Karena dia memiliki sifat
terbaik yang dimiliki seorang pekerja keras, yaitu kuat dan amanah”.
Tak lama berselang,
akhirnya sang bapak menawarkan kepada sang pemuda tadi untuk dinikahkan
dengan salah seorang anak perempuamnya. Entah mengapa, ia merasa bahwa
inilah jawaban doanya yang ia panjatkan pada Tuhan beberapa saat
sebelumnya. Ia pun menerima tawaran tadi. Dengan syarat bahwa ia mau
bekerja pada sang bapak untuk mengembalakan ternaknya untuk masa
beberapa tahun lamanya.
Ikhwah sekalian,
kisah ini adalah kisah nyata. Pemuda itu adalah Nabi Musa. Sedangkan
sang bapak adalah Nabi Syu’aib. Cerita ini dimulai saat nabi musa
memutuskan meniggalkan kota tempat di mana firaun berkuasa. Sampai
akhirnya nabi Musa sampai di sebuah negeri bernama madyan.
Jika cerita tadi
hanya cerita lepas tanpa diambil pelajaran, terlalu rugi rasanya. Maka
dari itu, mungkin ada beberapa pelajaran yang bisa diambil dari kisah
nabi musa ini;
Saat datang ke
sebuah negeri yang bahkan begitu asing bagi kita, ingat bahwa kita tidak
sendiri. Ada Allah di bumi manapun kita berpijak. Bahkan kala hidup
terasa sebatang kara, Allah selalu ada untuk kita. Maka jangan takut
untuk pulang kampung.
Perhatianlah dengan
kondisi sekitar. Apa yang kira-kira bisa dibantu, lakukanlah. Karena
kita tidak tau, boleh jadi hal itu menjadi jalan terbukanya solusi dan
pintu rezeki. Jangan terlalu menutup diri. Bergaullah, keluarlah dan
temui orang-orang sekitar. Bergeraklah, dan pikirkan solusi apa yang
bisa ditawarkan. Berinisiatiflah untuk berbuat sesuatu walaupun terlihat
sederhana seperti inisiatifnya nabi musa membantu dua perempuan tadi.
Karena lapangan
hidup terlalu luas, maka punya banyak skill juga mesti dipikirkan. Ada
begitu banyak orang yang akhirnya bekerja dibidang A, padahal dahulunya
sekolah di jurusan C. kalau bahasa sekarang, anak kuliah syariah, juga
mesti buka diri untuk menguasai bidang lain. Siapa tau nanti disuruh
dengan yang nggak ada kaitannya dengan dunia syariah. Seorang nabi pun
juga punya banyak keahlian, bukan cuma memberi pelajaran bagi umatnya.
Bagi yang ingin
dimudahkan jodoh dan dilapangkan rezeki, mungkin nabi Musa juga ingin
mengajarkan kepada kita agar membaca doa ini berulang-ulang.
رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِير
(Q.S. Al-Qashas : 24).
Setelah membaca doa ini, nabi Musa diberikan jodoh dan mendapatkan kerja
dari sang mertua. Bahkan mengembalakan ternak. Kalau zaman sekarang,
mungkin setara dengan disuruh ngurus perusahaan.
Jika seorang
perempuan, sebaiknya menjadi perempuan yang pemalu. Tapi bukan yang
malu-maluin. Bertemu dan berinteraksi boleh, tapi bukan juga yang
lantang bergaul sana sini dengan lawan jenis. Tapi jangan malu untuk
belajar, karena malu dalam belajar bikin kita nggak pernah dapat ilmu.
Orang tua punya
andil besar dalam rangka ikut mensholehkan anaknya. Meskipun pada
akhirnya masing-masing anaklah yang akan menentukan jalan hidupnya.
Maka, liat perempuan juga bisa dengan lihat bapaknya. Kalau bapaknya
sholeh, mudah-mudahan anaknya nggak jauh-jauh amat. Seperti nabi Syu’aib
yang sholeh, punya anak yang sholehah.
Ciri pekerja yang
disukai itu adalah yang kuat dan amanah. Karena kalau lemah, bikin sang
majikan yang rugi. Kalau nggak amanah, majikan bisa rugi dua kali lipat.
Ini juga jadi motifasi biar bisa jaga kesehatan dan perbanyak olahraga.
Kalau olah raga kurang, senam pribadi usahakan jangan ditinggalkan.
*http://www.sinaimesir.net/2013/11/pemuda-di-negeri-madyan.html
0 komentar:
Posting Komentar