Rabu, 13 November 2013

Pemuda di Negeri Madyan

Ahmad Budiman, Lc.


Negeri itu masih teramat baru baginya. Madyan, begitu orang-orang menamai negeri itu. Tak ada keluarga, tak ada saudara, tak ada kenalan dan tak ada yang ia tau tentang negeri itu. Ia merasa begitu asing di negeri baru itu. Pemuda itu Bagaikan hidup sebatang kara. Begitu yang ia rasa. Hanya Tuhan satu-satunya yang ia punya.
Di tengah gundahnya memikirkan nasib baik dari Tuhannya, dilihatnya kerumanan orang yang membawa gembala mereka sedang berkumpul. Mereka sedang memberikan air minum untuk setiap gembala yang mereka punya dari sebuah mata air. Mereka berdesakan, berlomba untuk lebih dahulu mendapatkan kesempatan memberikan minuman untuk gembalaan mereka.
Tak jauh dari kumpulan mereka, berdiri dua orang gadis yang juga menunggu giliran memberikan minuman untuk gembalaan mereka. Mereka tak bisa menyerobot mengingat penuh berdesakannya orang disekitar mata air tadi. Hatinya tergerak. Ia telusuri langkah demi langkah mendekati dua perempuan tadi.
“Kalian sedang apa?” tanyanya sedikit berempati.
“Kami sedang menunggu giliran untuk bisa memberikan minum gembalaan kami ini”, jawab salah seorang mereka. ”Sedangkan mata air itu kini disesaki pengembala laki-laki yang kuat lagi banyak jumlahnya. Sebenarnya bapak kami lah yang biasanya memberikan minuman buat gembalaan ini. Tapi, karena usia yang telah sekamin tua, maka ia tak sanggup lagi melakukan itu sekarang” lanjutnya menjelaskan.
Melihat banyaknya para pengembala dan jumlah gembalaannya, sulit rasanya bagi kedua perempuan tadi untuk bisa memberikan minum untuk gembalaannya sesegera mungkin. Pemuda tadi mengambil inisiatif. Ia giring gembalaan dua perempuan tadi mendekat ke mata iar. Dengan sigap, ia berikan luang yang cukup sehingga gembalaan kedua perempuan tadi bisa minum disana.
Setelah usai, ia serahkan kembali gembalaan itu kepada kedua orang perempuan tadi. Kedua perempuan tadipun mohon pamit setelah mengucapkan terima kasih.
Dalam kepenatannya usai perjalanan yang panjang ditambah lagi memberikan minuman untuk gembalaan, ia cari pohon untuk berteduh. Dalam renungannya, ia panjatkan doa pada Yang Maha Kuasa, “Rabbi inni lima anzalta ilayya min khairin faqir”. (Ya Rabb, aku benar-benar butuh curahan kebaikan dariMu). Begitu bunyi lantunan doa itu ia panjatkan. Tak lagi ia tahu kemana mesti mengadu akan keadaan dan nasib dirinya yang kini di negeri antah berantah itu.
Disela-sela istirahatnya, ia didatangai seseorang perempuan yang berjalan dengan malu-malu. Pemuda itu menoleh padanya. Dan kemudian teringat bahwa perempuan tu adalah salah satu perempuan yang ditolongnya tadi. Perempuan tu berujar padanya, “Bapakku memanggilmu. Dia ingin memberikan upah karena kamu telah membantu memberikan minum untuk gembalaan kami.”
Ia pun bertemu dengan bapak kedua perempuan tadi. Dan setelah berjumpa, kedua orang itu akhirnya larut dalam perbincangan yang panjang. Setelah keduanya usai bercerita, salah seorang anak perempuan sang bapak berujar pada bapaknya, “Wahai bapak, pekerjakanlah dia. Karena dia memiliki sifat terbaik yang dimiliki seorang pekerja keras, yaitu kuat dan amanah”.
Tak lama berselang, akhirnya sang bapak menawarkan kepada sang pemuda tadi untuk dinikahkan dengan salah seorang anak perempuamnya. Entah mengapa, ia merasa bahwa inilah jawaban doanya yang ia panjatkan pada Tuhan beberapa saat sebelumnya. Ia pun menerima tawaran tadi. Dengan syarat bahwa ia mau bekerja pada sang bapak untuk mengembalakan ternaknya untuk masa beberapa tahun lamanya.
Ikhwah sekalian, kisah ini adalah kisah nyata. Pemuda itu adalah Nabi Musa. Sedangkan sang bapak adalah Nabi Syu’aib. Cerita ini dimulai saat nabi musa memutuskan meniggalkan kota tempat di mana firaun berkuasa. Sampai akhirnya nabi Musa sampai di sebuah negeri bernama madyan.
Jika cerita tadi hanya cerita lepas tanpa diambil pelajaran, terlalu rugi rasanya. Maka dari itu, mungkin ada beberapa pelajaran yang bisa diambil dari kisah nabi musa ini;

Saat datang ke sebuah negeri yang bahkan begitu asing bagi kita, ingat bahwa kita tidak sendiri. Ada Allah di bumi manapun kita berpijak. Bahkan kala hidup terasa sebatang kara, Allah selalu ada untuk kita. Maka jangan takut untuk pulang kampung.

Perhatianlah dengan kondisi sekitar. Apa yang kira-kira bisa dibantu, lakukanlah. Karena kita tidak tau, boleh jadi hal itu menjadi jalan terbukanya solusi dan pintu rezeki. Jangan terlalu menutup diri. Bergaullah, keluarlah dan temui orang-orang sekitar. Bergeraklah, dan pikirkan solusi apa yang bisa ditawarkan. Berinisiatiflah untuk berbuat sesuatu walaupun terlihat sederhana seperti inisiatifnya nabi musa membantu dua perempuan tadi.

Karena lapangan hidup terlalu luas, maka punya banyak skill juga mesti dipikirkan. Ada begitu banyak orang yang akhirnya bekerja dibidang A, padahal dahulunya sekolah di jurusan C. kalau bahasa sekarang, anak kuliah syariah, juga mesti buka diri untuk menguasai bidang lain. Siapa tau nanti disuruh dengan yang nggak ada kaitannya dengan dunia syariah. Seorang nabi pun juga punya banyak keahlian, bukan cuma memberi pelajaran bagi umatnya.

Bagi yang ingin dimudahkan jodoh dan dilapangkan rezeki, mungkin nabi Musa juga ingin mengajarkan kepada kita agar membaca doa ini berulang-ulang. 

 رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِير

(Q.S. Al-Qashas : 24). 


Setelah membaca doa ini, nabi Musa diberikan jodoh dan mendapatkan kerja dari sang mertua. Bahkan mengembalakan ternak. Kalau zaman sekarang, mungkin setara dengan disuruh ngurus perusahaan. 


Jika seorang perempuan, sebaiknya menjadi perempuan yang pemalu. Tapi bukan yang malu-maluin. Bertemu dan berinteraksi boleh, tapi bukan juga yang lantang bergaul sana sini dengan lawan jenis. Tapi jangan malu untuk belajar, karena malu dalam belajar bikin kita nggak pernah dapat ilmu.

Orang tua punya andil besar dalam rangka ikut mensholehkan anaknya. Meskipun pada akhirnya masing-masing anaklah yang akan menentukan jalan hidupnya. Maka, liat perempuan juga bisa dengan lihat bapaknya. Kalau bapaknya sholeh, mudah-mudahan anaknya nggak jauh-jauh amat. Seperti nabi Syu’aib yang sholeh, punya anak yang sholehah.

Ciri pekerja yang disukai itu adalah yang kuat dan amanah. Karena kalau lemah, bikin sang majikan yang rugi. Kalau nggak amanah, majikan bisa rugi dua kali lipat. Ini juga jadi motifasi biar bisa jaga kesehatan dan perbanyak olahraga. Kalau olah raga kurang, senam pribadi usahakan jangan ditinggalkan.
 
*http://www.sinaimesir.net/2013/11/pemuda-di-negeri-madyan.html

0 komentar:

Posting Komentar

ARTIKEL GURU

POJOK ALUMNI 2